Aron-Subandrio

Aron-Subandrio
,

Makna Mendalam di Balik Baju Maram dan Sirat Panget Mualang

Redaksi
November 23, 2024, 03:24 WIB Last Updated 2024-11-22T20:24:59Z



SEKADAU, SINARKAPUAS.com - Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kabupaten Sekadau memperkenalkan berbagai wastra tradisional, termasuk Baju Maram dan Sirat Panget Mualang, yang sarat makna dan simbol budaya masyarakat Mualang. Ini ditulis oleh Drs. Arsenius Meningan dan istrinya, Hendrika L.


Baju pengantin laki-laki Mualang dengan motif Kulit Maram (Asam Payak) dengan warna perpaduan merah dan kuning mirip warna kulit  maram yang melambangkan pemikat (ketertarikan) seorang gadis pada seorang laki.


Motif lain ada Cengkok Kelindang (pakis) yang dipadukan dengan Kaki Kodok (Raung Berapung) bermakna kedekatan kita dengan alam dan keteduhan pemakainya atau dengan kata lain kehidupannya sejuk.


Pernak pernik lain pada Kepala dipasang ikat kepala (tengkulas) dan pada lengan dipasang gelang dari kayu (tengkelai) untuk menunjukkan keperkasaan pemakainya.


Pakaian bawahnya disebut “Sirat Panget” sebagai celana dengan lilitan panjang pada bagian pinggul dengan rumbai-rumbai sebagai hiasan.


Motifnya juga sama dengan pakaian atas ada gambar Raung Berapung yang mengandung makna kegagahan/ketangkasan dan Jengkung Kelindang (pakis) yang  melambangkan kesejukan alam, di bagian pusar (pinggang) terpasang logam perak yang melambangkan status (derajat) pemakainya.


Pakaian laki-laki ini juga sering digunakan untuk menunjukkan ketangkasan seseorang dalam bidang seni dan budaya, seperti pertunjukan silat dan tari pedang karena pakaian ini dapat mendukung segala gerakan dengan leluasa.


Ditenun oleh Moyang Perua (Cuit), wafat tahun 1960 (diperkirakan usianya 100 tahun).  Kain ini ditenun dan dibuat ketika ia berusia gadis (sekitar tahun 1880).